Masalah
energi saat ini telah menjadi masalah global. Pengembangan energi
alternatif dan energi terbarukan pun
tengah menjadi tranding topic di
berbagai media. Penguasaan ruang,
waktu, dan perkembangan teknologi menuntut semakin besarnya sumber
energi yang diperlukan. Sebut saja alat
transportasi seperti mobil atau bus, alat komunikasi seperti laptop, handphone, televisi, peralatan rumah
tangga dan masih aneka produk kemajuan teknologi lainnya.
Dewasa ini, pemenuhan energi yang
bersumber dari sumber daya alam (energi
fosil) masih menjadi perihal utama dalam kehidupan sedangkan
ketersediaaan energi fosil tersebut semakin lama semakin memprihatinkan.
Fenomena nyata adanya krisis BBM yang
kian marak terjadi di berbagai daerah dan pelosok di tanah air merupakan suatu
indikator bahwa cadangan energi fosil
yang dimiliki dunia khususnya Indonesia sangat terbatas jumlahnya. Cadangan
minyak bumi diperkirakan akan habis sekitar 12 tahun lagi, gas tinggal 30
tahun, sementara batu bara bisa dimanfaatkan hingga 70 tahun ke depan. Hal ini
dikarenakan ketersediaan energi yang disediakan alam terbatas, butuh pulahan
dan bahkan ratusan tahun untuk memperbaruinya, sedangkan ketergantungan
masyarakat terhadap energi semakin hari semakin meningkat.
Saat ini, kebutuhan
energi Indonesia saat ini sebagian besar bertumpu pada bahan bakar fosil.
Kebutuhan energi nasional masih ditopang oleh minyak bumi sekitar 51,66 persen,
di urutan berikut gas alam 28,57 persen, dan batu bara 15,34 persen. Hal ini menunjukkan ketergantungan
terhadap bahan bakar fosil telah menjadi masalah besar dan perlu solusi yang
mendesak. Untuk mengurangi
ketergantungan pada bahan bakar fosil tersebut, pemerintah telah mengeluarkan
Peraturan Presiden No. 5/2006 tentang Kebijakan Energi Nasional. Inilah
peraturan pendorong pengembangan sumber energi alternatif sebagai pengganti
bahan bakar minyak.
Dr. Agus Haryono,
peneliti dari Pusat Penelitian Kimia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
di Kawasan Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan, Banten, Selasa (1/5). Ia
mengatakan, tahun 2025 pemenuhan kebutuhan energi Indonesia diharapkan 17
persennya berasal dari sumber-sumber energi baru terbarukan. Maka dari itu, pengembangan
energi alternatif berupa energi terbarukan dan konservasi energi yang lebih
dikenal dengan istilah pengembangan
energi hijau sangat diperlukan. Diantaranya yaitu, pemanfaatan
bioetanol berbasis lignoselulosa dari sawit dapat menjadi alternatif penggunaan
BBM.
Adapun
yang dimaksud dengan energi hijau adalah energi bersih non fosil yang
berasal dari alam dan dapat diperbarui. Energi hijau ini bisa dari bahan
nabati, air, angin, matahari, sampah, hydrothermal, hydropower, geothermal
hingga gelombang. Karena energi hijau ini merupakan energi bersih non fosil,
maka dalam penggunaannya ia tidak menambah polutan atau cemaran ke atmosfer
kita dan bioetanol merupakan salah satu contoh energi hijau yang tengah populer
saat ini. Secara definisi ilmu kimia bioetanol
adalah sejenis alkohol (etanol) yang diproduksi dengan cara
fermentasi menggunakan bahan baku nabati.
Bioetanol berbasis
lignoselulosa dari sawit yang merupakan bioetanol berbahan dasar lignoselulosa non pangan merupakan salah satu
solusi terbaik untuk mejawab krisis energi di Inodonesia. Hal ini dikarenakan
potensi limbah sawit Indonesia begitu besar,
Tandan Kosong Kelapa Sawit (TKKS) dan pelepah kelapa sawit di Indonesia
cukup tersedia melimpah. Luas perkebunan
Indonesia yang mencapai 8,4 juta hektare dapat menghasilkan 21,3 juta ton
minyak sawit dengan potensi TKKS 20 juta ton keadaan basah atau 10 juta ton
kering. Dengan kandungan selulosa yang cukup tinggi sekitar 41-47 persen, maka
dalam satu ton TKKS etanol yang dihasilkan bisa sebanyak 150 liter.
Sejak pertengahan 2011
lalu, LIPI bekerja sama dengan KOICA dengan bantuan Korea Institute of Science
and Technology (KIST) dan Changhae Energeering mulai merintis penelitian dan
pembangunan sebuah pilot plant. Pilot plant ini dirancang
mampu menghasilkan etanol dengan kemurnian 99,5 persen sebanyak sepuluh liter
per hari.
Dewasa ini, bioetanol sekarang
menjadi populer sebagai bahan bakar alternatif yang mulai gencar dikembangkan
oleh masyarakat. Bioetanol sudah mulai banyak dikembangan oleh pengusaha UKM
karena dapat dilakukan oleh industri skala kecil atau rumahan, dengan modal
investasi yang relatif kecil. Bioetanol dapat diproduksi oleh siapa saja yang
berminat dan di masa depan bahan bakar nabati termasuk bioetanol akan
berkembang secara skala kerakyatan dan pemasarannya pun tidak sulit karena bisa
langsung digunakan oleh pengguna akhir. Dengan demikian,
Indonesia memiliki peluang yang sangat besar untuk menjadi produsen energi
terbarukan berupa bioetanol lignoselulosa dari sawit.
Saat ini yang
diperlukan adalah optimalisasi dalam pengolahan serta pemanfaatan lignoselulosa
sawit menjadi bioetanol. Mengingat kekayaan Indonesia akan sawit cukup berlimpah, tentu tidak
menutup kemungkinan negara-negara lain akan mencoba untuk memanfaatkannya juga
sebagai peluang bisnis. Seperti halnya yang telah terjadi pada kekayaan alam
Indonesia lainnya. Cukup bagi kita belajar dari kesalahan masa lalu, dimana
Indonesia hanya seakan menjadi tempat pembantu di rumah sendiri, sebagai
penyedia kekayaan alam, sedang yang mengolah dan mendapatkan untung besar
adalah negara lain. Selain tempat penyedia, Indonesia
selama ini hanya bertindak sebagai pemberi bahan baku pada negara-negara maju
yang nanti mengolahnya menjadi barang-barang dengan nilai tambah berkali-kali
lipat.
Maka dari itu, optimalisasi sumber
daya manusia dalam pengolahan sawit sangat diperlukan. Dalam hal ini, kita
dapat menjadikan perguruan tinggi yang fokusnya di bidang teknik, pertambangan,
dan pertanian dan juga ekonomi sebagai wadah kajian energi terbarukan ini pada
generasi muda bangsa. Sebagaimana yang telah kita ketahui, di Indonesia kaya
akan generasi emas yang penuh dengan ide-ide brilian, kreatif dan inovatif.
Dengan mengkolaborasi kemampuan insan-insan cendekiawan tersebut, maka dengan
mudah Indonesia akan menajdi negara maju dan mandiri. Dan dengan kekayaan
sawit, Indonesia akan mampu menjadi negara yang mandiri dalam hal pemenuhan
masalah energi. Energi terbarukan berupa bioetanol lignoselulosa sawit ini
adalah suatu jembatan emas untuk menuju Indonesia sejahteran di masa depan.
http://www.bankmandiri.co.id/
"Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog dari http://www.bankmandiri.co.id dalam rangka memperingati HUT Bank Mandiri ke-14. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan merupakan jiplakan.“
http://www.bankmandiri.co.id/
"Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog dari http://www.bankmandiri.co.id dalam rangka memperingati HUT Bank Mandiri ke-14. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan merupakan jiplakan.“
Tidak ada komentar:
Posting Komentar